SUMSEL.WAHANANEWS.CO, Muara Enim — Komitmen mewujudkan pelayanan publik yang cepat, responsif, dan tanpa batas waktu kembali ditunjukkan oleh Bupati Muara Enim, H. Edison, S.H., M.Hum. Melalui pendekatan yang humanis dan solutif, Pemerintah Kabupaten Muara Enim kini menyiagakan satu unit mobil ambulan secara gratis di kediaman resmi Bupati, Balai Agung Serasan Sekundang (BASS), untuk melayani kebutuhan masyarakat yang bersifat darurat.
Layanan ini dapat diakses oleh seluruh warga, cukup dengan datang langsung ke BASS atau menghubungi petugas setempat. Tanpa prosedur rumit, tanpa biaya sepeser pun—semuanya ditanggung penuh oleh Pemerintah Kabupaten Muara Enim.
Baca Juga:
Dari RSUD ke Panggung Juara: Refany Persembahkan Emas Perdana untuk Muara Enim
“Ini adalah bentuk pelayanan langsung kepada masyarakat. Kami ingin memastikan bahwa dalam situasi darurat, masyarakat memiliki akses kendaraan ambulan tanpa harus berpikir soal biaya atau birokrasi,” ujar Bupati Edison, Jumat (4/7/2025).
Lebih dari sekadar kendaraan darurat, kehadiran ambulan ini menjadi simbol bahwa pemerintah hadir hingga ke lapisan paling dasar dari pelayanan publik: kemudahan akses dalam situasi genting. Menyadari bahwa tidak semua masyarakat memiliki akses kendaraan pribadi, apalagi dalam kondisi mendesak seperti sakit parah atau kecelakaan, Bupati Edison menjadikan kediaman dinasnya sebagai titik layanan kemanusiaan.
“Kami tidak ingin masyarakat kehilangan waktu berharga hanya karena sulit mencari kendaraan. Pelayanan itu bukan hanya di kantor atau rumah sakit, tapi bisa dimulai dari rumah pemimpinnya,” tambahnya.
Baca Juga:
Wagub Sumsel Cik Ujang Tinjau Jembatan Roboh di Lahat, Dorong Realisasi Jalan Khusus Batubara
Pelayanan ini menjadi perwujudan nyata dari semangat Muara Enim Bangkit, Rakyat Sejahtera (MEMBARA), yang mengedepankan pelayanan langsung dan cepat tanpa sekat. Apapun latar belakang ekonomi warganya, fasilitas ini terbuka dan setara untuk semua.
Bupati memastikan, tidak akan ada pungutan dalam bentuk apapun. Biaya operasional, sopir, hingga bahan bakar, telah ditanggung pemerintah. Masyarakat cukup mengabarkan kebutuhan mereka, dan petugas siap mengantar pasien ke rumah sakit rujukan dengan cepat dan aman.
Respons masyarakat pun sangat positif. Mereka menilai inisiatif ini sebagai bentuk nyata pemerintah yang tak hanya memerintah, tapi juga melayani dari hati. Terlebih di daerah pedesaan dan pinggiran yang sering kesulitan mencari ambulan saat malam atau dalam keadaan mendesak, layanan ini dinilai menjadi penyambung hidup bagi banyak orang.
Tak sedikit warga yang merasa tersentuh karena baru kali ini merasa “sedekat itu” dengan pelayanan pemerintah. Dari simbol kekuasaan, rumah dinas kini menjelma menjadi rumah pelayanan.
Langkah Bupati Edison ini menjadi contoh bagaimana pelayanan publik tidak harus menunggu keluhan, tetapi bisa dimulai dengan empati dan kepedulian. Karena pada akhirnya, esensi kepemimpinan adalah melayani, bukan dilayani.
[Redaktur: Hendrik Isnaini Raseukiy]