WahanaNews - Sumsel | Permohonan pendaftaran kekayaan intelektual di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan (Sumsel) dalam beberapa tahun terakhir terus mengalami peningkatan.
"Berdasarkan data pada 2021, tercatat 2.461 pemohon kekayaan intelektual (KI) dengan capaian penerimaan negara bukan pajak (PNBP) senilai Rp1,180 miliar, sedangkan pada 2022 hingga Februari 2023 ini tercatat 3.414 pemohon KI dengan PNBP mencapai Rp1,648 miliar," ujar Kakanwil Kemenkumham Sumsel, Ilham Djaya di Palembang, Rabu (15/2/2023).
Baca Juga:
6 Tersangka Korupsi Tambang Diserahkan Kejati Sumsel ke Kejari Lahat
Dia menjelaskan, peningkatan permohonan pendaftaran KI baik secara personal maupun kelompok (komunal) berkat gencarnya sosialisasi dan implementasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dan manajemen layanan teknologi informasi sertifikat ISO 20.000.
"Kantor Wilayah Kemenkumham Sumsel turut berpartisipasi dalam penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik. Melalui penerapan SPBE, mengalami banyak peningkatan jumlah penerimaan permohonan pendaftaran KI di provinsi dengan 17 kabupaten/kota ini karena dari layanan yang bisa diakses secara daring (online)," jelasnya.
Menurut dia, pelayanan publik berbasis elektronik mendukung seluruh pelayanan menjadi berbasis daring sehingga memungkinkan penerima layanan tidak bertatap muka dengan pemilik layanan.
Baca Juga:
Kasus Pembunuhan dan Pemerkosaan di Palembang: 4 Pelaku di Bawah Umur
"Hal tersebut bisa dipahami melalui sertifikat ISO 20.000 Tentang manajemen layanan teknologi informasi ini," katanya.
Sementara, untuk mengoptimalkan implementasi SPBE dan manajemen layanan teknologi informasi, Kanwil Kemenkumham Sumsel menggelar workshop manajemen layanan teknologi informasi ISO 20.000 bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) di salah satu hotel Palembang, Selasa (14/2/2023) malam.
Direktur Teknologi Informasi Kekayaan Intelektual, Dede Mia Yusanti dalam arahannya ketika membuka workshop tersebut mengatakan bahwa, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2018 Tentang sistem pemerintahan berbasis elektronik mewajibkan seluruh instansi pemerintah untuk menerapkan SPBE.
"Pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi dalam proses pemerintahan akan meningkatkan efisiensi, efektifitas, transparansi, serta akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan dan peningkatan layanan publik sehingga dapat terwujud pemerintahan yang baik dan bersih (good governance)," ujar Direktur TI KI.
Setidaknya, kata dia, ada tiga alasan mengapa instansi menerapkan ISO 20.000, yaitu pertama sebagai bukti komitmen institusi dalam peningkatan layanan, kedua yaitu keperluan audit guna mengevaluasi layanan.
Ketiga, meningkatnya citra institusi atas layanan teknologi informasi yang diberikan.
Lebih lanjut, Mia Yusanti berharap, melalui kegiatan tersebut dapat meningkatkan pemahaman dan mengambil manfaat dari manajemen layanan teknologi informasi sertifikat ISO 20.000, sehingga dapat meningkatnya kualitas layanan publik khususnya teknologi informasi pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.
Workshop tersebut pun mengangkat tema ‘Melalui ISO 20.000 Kita Tingkatkan Kualitas Pengelolaan Pelayanan Teknologi Informasi Kekayaan Intelektual', dengan menghadirkan narasumber dari Badan Standarisasi Nasional yang menyampaikan materi mengenai Standarisasi Pelayanan Publik Digital Melalui ISO 20.000 serta narasumber dari Pusat Sistem Informasi dan Teknologi Kementerian Keuangan dengan materi tentang implementasi sertifikasi ISO 20.000.[mga]