WahanaNews-Sumsel | Pemerintah Kota Palembang, Sumatera Selatan mengizinkan acara pesta pernikahan saat penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 3 libur Natal dan Tahun Baru 2022.
Acara pernikahan dan sejenisnya masih boleh saat PPKM level 3 pada 24 Desember 2021 hingga 2 Januari 2022 dengan mematuhi aturan dan protokol kesehatan (prokes) antisipasi penularan COVID-19 secara ketat, kata Wakil Wali Kota Palembang Fitrianti Agustinda di Palembang, Jumat.
Baca Juga:
Datangi Polres Malang Kota, Puluhan Kyai dan Ulama Suarakan Netralitas APH
Menurut dia, penerapan PPKM bukan untuk menghalangi aktivitas masyarakat tetapi dilakukan untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadi lonjakan kasus penularan COVID-19 pada momentum libur panjang hari besar keagamaan akhir tahun itu.
Bagi masyarakat yang akan menggelar acara pesta pernikahan dan acara lainnya silakan saja dengan mematuhi aturan sesuai PPKM level 3, katanya Untuk meningkatkan partisipasi dan kepatuhan masyarakat menerapkan PPKM level 3, pihaknya berupaya menyosialisasikan aturan sesuai instruksi Mendagri itu.
"Setelah dikeluarkannya Inmendagri No.62/2021 tim diturunkan untuk menyosialisasikan kepada masyarakat dan pelaku usaha agar aturan tersebut bisa dipatuhi dan diterapkan dengan baik untuk mencegah terjadinya lonjakan kasus penularan COVID-19," ujarnya.
Baca Juga:
Cerita Inspiratif Mila Karmilah, Penerima Manfaat PKH Kemensos
Sesuai Inmendagri diatur kegiatan perayaan Hari Natal dan Tahun Baru, operasional pusat perbelanjaan/mal, restoran, kafe, bioskop, dan tempat wisata. Pembatasan kegiatan seni budaya dan tradisi serta kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan lainnya seperti acara pesta pernikahan.
Khusus perayaan Natal, dalam Inmendagri yang ditandatangani Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pada Rabu (24/11) diatur pengurus gereja harus membentuk Satuan Tugas Protokol Kesehatan Penanganan COVID-19 yang berkoordinasi dengan Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Daerah.
Perayaan Natal hendaknya dilakukan secara sederhana, hybrid yaitu secara kolektif tidak melebihi 50 persen dari kapasitas total gereja dan secara daring dengan tata ibadah yang telah disiapkan oleh para pengurus dan pengelola gereja.