WahanaNews-Sumsel | Sejumlah pedagang sembako di pasar tradisional Kota Palembang, Sumatera Selatan, mengeluhkan kenaikan harga minyak goreng yang bergejolak beberapa pekan terakhir sehingga mereka mengalami penurunan omset.
Pedagang sembako di Pasal KM 5 Jalan Kolonel H Burlian, Kecamatan Kemuning Deka (55) di Palembang, Selasa mengatakan, harga komoditi minyak goreng kemasan mengalami kenaikan dari distributor. Dari Rp12.000 per liter menjadi Rp18.000 per liter atau naik Rp6.000 per liter sejak awal Desember ini.
Baca Juga:
Destinasi Hits Terbaru Indonesia, 5.000 Wisatawan Serbu IKN Setiap Hari
Harga itu, lanjutnya, untuk minyak goreng kemasan klas menengah ke bawah. Sedangkan untuk minyak goreng kualitas wahid dari senilai Rp32.000 per liter naik Rp42.000 per liternya.
Maka sebagai seorang pedagang lama di pasar itu, ia mengaku tidak punya pilihan lain untuk juga menaikkan harga jualnya walaupun harus menerima protes dari pelanggan.
"Itu harga modal yang naik dari distributor. Jadi terpaksa kami juga menaikkan, walau cuma Rp1.000 - Rp1.300 per liter. Itulah keuntungan kami pak. Sudah ditekan banget gak bisa naik lagi, pembeli banyak yang protes," kata dia.
Baca Juga:
Netanyahu Tawarkan Rp79 Miliar untuk Bebaskan Satu Sandera di Gaza
Ia mengakui, harga normal dalam sebulan penjualan minyak goreng kemasan maksimal bisa meraup untung senilai Rp2,4 juta dari 200 liter yang laku terjual. Sementara setelah harga naik separuh dari keuntungan bahkan tidak sampai.
"Kami kehilangan pelanggan minyak goreng. Hanya bertumpu pada sembako yang lain yang harganya stabil," cetusnya.
Berdasarkan pantauan di lapangan, kenaikan harga tidak hanya terjadi pada komoditi minyak kemasan namun, juga pada minyak curah.
Sadaga (30) pedagang sembako di Pasar Sekip Ujung Jalan Ampibi, Kecamatan Kemuning mengatakan, harga minyak curah sebelumnya senilai Rp17.000 - Rp19.000 naik menjadi Rp20.000 per liter sejak dua bulan yang lalu.
"Saat ini senilai Rp20.000 per liter," ujarnya.
Karena tidak ada kepastian harga tersebut, lanjutnya, ia memutuskan untuk tidak lagi menjual minyak goreng curah hanya cukup minyak dalam kemasan.
"Tidak lagi jual curah selain karena ribet kemudian untungnya kecil ditambah harganya terus naik. Sekarang cuma jual minyak kemasan meski untungnya rendah, yakin hanya sementara saja," ujarnya.
Dengan begitu, ia berharap, pemerintah dan instansi terkait bisa segera mengatasi kenaikan harga minyak goreng itu sehingga tidak membebani pedagang khususnya yang skala kecil.
Kepala Dinas Perdagangan Sumsel Ahmad Rizali mengatakan, pemerintah sudah merespon kenaikan harga minyak goreng tersebut dengan meluncurkan pasar minyak goreng murah disejumlah pasar tradisional di Kota Palembang.
"Minyak goreng kemasan yang dijual di pasar murah itu dibandrol senilai Rp14.000 per liter. Harga tersebut lebih murah dibandingkan minyak goreng yang saat ini dijual dipasaran," kata dia.
Pasar minyak goreng murah ini diselenggarakan di sembilan pasar tradisional di Palembang. Selama sembilan hari mulai dari Selasa sampai dengan Kamis (30/12) bekerja sama dengan mitra distributor minyak goreng nasional.
Meliputi Pasar Km 5 (22 Desember 2021), Pasar Cinde (23 Desember 2021), Pasar Soak (24 Desember 2021), Pasar Gasing (27 Desember 2021), Pasar Perumnas (28 Desember 2021), Pasar Kuto (29 Desember 2021), dan Pasar Padang Selasa (30 Desember 2021) dengan masing - masing pasar disiapkan sebanyak 3.000 liter atau total 22.250 liter.
"Harapanya beban rumah tangga dapat teringankan. Tidak ada syarat apapun untuk setiap pembelian. Namun setiap orang maksimal 2 liter tidak boleh lebih, supaya semua kebagian, dari 3.000 liter/ pasar itu kami target mencukupi 1.500 kepala rumah tangga dikawasan tersebut," ujarnya.
Menurut dia, Sumsel bukan satu-satunya daerah yang mengalami kenaikan harga minyak goreng tapi terjadi dibanyak daerah secara nasional sehingga penangananya cukup kompleks.
Sebab, kenaikan harga tersebut merupakan dampak yang tidak terduga setelah mulai dimanfaatkannya minyak CPO atau minyak kelapa sawit yang menjadi bahan baku minyak goreng tersebut sebagai energi terbarukan (ETB).
"Kenaikan harga minyak goreng sejak penggunaan CPO untuk energi terbarukan kurang lebih dua bulan yang lalu. Jadi sepanjang CPO digunakan pihak lain, harganya susah turun bukan karena spekulan atau sebab lain," ujarnya.
Maka ke depan, ia menyarankan, perlu ada ketentuan batasan antara penggunaan CPO untuk diolah menjadi ETB dengan CPO untuk komoditi sembako sehingga akan ada kestabilan harga.
Sementara untuk masyarakat baik pedagang atau pembeli diharapkan senantiasa untuk bijaksana menghadapi kondisi gejolak kenaikan harga minyak goreng ini.
"Itu sebagai usul kami supaya ada kestabilan harga untuk komoditi sembako. Sementara ini, melalui diadakanya pasar murah tadi diharapkan bisa menstabilkan harga hingga normal kembali meringankan masyarakat," tandasnya. [afs]