SUMSEL.WAHANANEWS.CO,Muara Enim - Rencana Pemerintah Kabupaten Muara Enim untuk menerapkan sistem pembayaran parkir elektronik di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) HM Rabain menuai gelombang penolakan dari berbagai kalangan masyarakat. Kebijakan ini dianggap tidak berpihak kepada rakyat kecil, terutama keluarga pasien yang sedang menghadapi musibah.
Melalui berbagai unggahan di media sosial, masyarakat secara terang-terangan menyampaikan keberatannya terhadap sistem retribusi parkir otomatis yang dikelola langsung oleh pemerintah daerah. Kritik pun berdatangan, bukan hanya dari keluarga pasien, tetapi juga dari petugas parkir yang selama ini menggantungkan hidup dari pekerjaan tersebut.
Baca Juga:
Santunan Kematian Naik, Pemkab Muara Enim Pastikan Perlindungan Sosial Lebih Baik bagi Warganya
Indra (45), salah satu keluarga pasien rawat inap, mengungkapkan kekecewaannya atas rencana tersebut. Ia menilai, kebijakan menarik retribusi parkir di area rumah sakit justru mencederai rasa kemanusiaan. “Kami ke rumah sakit dalam kondisi susah, bukan untuk jalan-jalan. Harusnya pemerintah hadir dengan empati, bukan malah memungut biaya parkir,” tegasnya, Selasa (8/7/2025).
Menurut Indra, pelayanan parkir yang saat ini dikelola petugas lokal justru sudah berjalan baik. “Kalau memang kami tidak punya uang, para tukang parkir ini sering menggratiskan. Mereka lebih paham kondisi kami dibanding sistem elektronik yang kaku dan tak kenal belas kasihan,” tambahnya.
Penolakan serupa disampaikan warga lain yang enggan disebutkan namanya. Ia menilai sistem parkir elektronik tak layak diterapkan di RSUD HM Rabain. “Benahi dulu manajemen rumah sakit dan sediakan lahan parkir yang layak. Jangan buru-buru berlakukan sistem seperti di bandara. Ini rumah sakit, bukan pusat perbelanjaan,” kritiknya.
Baca Juga:
Dua Pemuda Pelopor Asal Muara Enim Hadiri Undangan Menteri Desa, Siap Dukung Pembangunan Desa
Dampak sosial dari rencana ini juga tak bisa dipandang remeh. Firdaus (46), salah satu petugas parkir di RSUD HM Rabain, menyampaikan keresahan terkait nasib para petugas jika kebijakan ini tetap diterapkan. “Sudah 20 tahun kami bekerja di sini. Kalau sistem otomatis diberlakukan tanpa solusi untuk kami, ke mana kami harus mencari makan?” keluhnya.
Firdaus menyebut, sedikitnya ada 15 petugas parkir yang bekerja secara bergantian. Mereka bukan hanya menjaga kendaraan, tetapi juga membangun hubungan sosial yang harmonis dengan keluarga pasien.
Hal senada diungkapkan Hidayatullah, koordinator petugas keamanan parkir di RSUD. Ia membantah anggapan bahwa aktivitas parkir di sana adalah ilegal. “Kami bekerja sesuai aturan. Tuduhan penghasilan parkir sampai Rp100 juta per bulan itu tidak benar. Banyak kendaraan milik pegawai Pemkab dan rumah sakit yang tidak dipungut biaya,” jelasnya.
Di media sosial, netizen pun ramai-ramai mengecam kebijakan ini. Banyak yang menilai tukang parkir saat ini sudah menjalankan tugasnya dengan baik, bahkan lebih peduli dibanding aparat resmi. “Motor kami rapi, helm diamankan kalau hujan. Kalau dijaga Satpol PP malah berantakan,” tulis salah satu netizen.
Ada juga yang menyinggung sumber pendapatan daerah. “Kenapa tidak maksimalkan dulu pendapatan dari batubara? Jangan justru rakyat kecil yang terus dibebani,” sindir pengguna lainnya.
Dengan maraknya penolakan ini, masyarakat meminta Pemkab Muara Enim mempertimbangkan ulang, bahkan membatalkan rencana penerapan sistem parkir elektronik di RSUD HM Rabain. Sebab rumah sakit bukan tempat untuk mencari keuntungan, melainkan tempat pelayanan publik yang semestinya mengedepankan empati dan kemanusiaan.
(Redaktur : Hendrik Isnaini Raseukiy)