SUMSEL.WAHANANEWS.CO, Kabupaten Muara Enim saat ini tengah berada di persimpangan penting dalam pengelolaan layanan air bersih. Pemerintah Kabupaten melalui Panitia Seleksi resmi mengerucutkan tahapan seleksi Calon Direktur Utama PDAM Lematang Enim, dengan meloloskan tiga nama dalam Uji Kelayakan dan Kepatutan (UKK), yakni Subroto yang saat ini menjabat Pelaksana Tugas Direktur PDAM, Yulian Eriyanto, serta Toni Bangsawan. Bagi publik, proses ini bukan sekadar rekrutmen pejabat BUMD, melainkan momentum untuk membenahi carut-marut layanan air bersih yang selama ini menjadi keluhan utama masyarakat.
Air bersih dan air minum adalah kebutuhan dasar. Negara, melalui pemerintah daerah, wajib memastikan hak ini terpenuhi secara layak, terjangkau, dan berkelanjutan. Namun faktanya, hingga hari ini, PDAM Lematang Enim masih jauh dari harapan. Keluhan soal air mati berjam-jam, debit kecil, air keruh, hingga kualitas air yang meragukan masih rutin terdengar dari pelanggan di berbagai wilayah.
Baca Juga:
Warga Bantah PT TBS Penyebab Bencana Ekologis Tapteng
Di tengah kondisi tersebut, proses seleksi Dirut PDAM harus dikawal ketat. Publik santer membicarakan potensi praktik tidak sehat, mulai dari isu suap hingga intervensi kepentingan tertentu. Isu ini, benar atau tidak, adalah alarm keras bagi Panitia Seleksi dan Pemerintah Kabupaten agar membuka proses seleksi secara objektif, transparan, dan bebas dari money politik. Tanpa itu, sulit berharap PDAM bisa berubah, jika sejak awal pucuk pimpinannya sudah lahir dari proses yang tidak bersih.
Persoalan PDAM Lematang Enim bukan hanya teknis, tetapi juga struktural. Di internal perusahaan, publik menilai manajemen masih sarat praktik KKN. Posisi-posisi strategis dinilai diisi oleh “orang dekat”, anak menantu, hingga relasi keluarga. Budaya seperti ini menjadi racun bagi profesionalisme, mematikan merit system, dan menjauhkan PDAM dari semangat pelayanan publik.
Di sisi hulu, kondisi sumber air baku dan intake juga mengkhawatirkan. Beberapa titik sumber air berada dekat dengan kawasan industri pertambangan, yang memunculkan indikasi pencemaran limbah. Kualitas air baku yang buruk berdampak langsung pada mutu air yang sampai ke pelanggan. Tanpa komitmen kuat untuk memperbaiki pengelolaan sumber air, teknologi pengolahan secanggih apa pun tidak akan cukup.
Baca Juga:
Ketika Israel Gagal Move On dari Iran
Sementara di sisi hilir, jaringan pipa PDAM sudah uzur. Kebocoran di mana-mana, tekanan air tidak stabil, serta wilayah pelayanan yang timpang antara pusat kota dan pinggiran. Produksi air tidak optimal, distribusi tidak merata. Semua ini menunjukkan bahwa PDAM Lematang Enim membutuhkan pemimpin yang tidak hanya pandai bicara di ruang UKK, tetapi sanggup turun ke lapangan, memetakan persoalan dari hulu hingga hilir, lalu mengambil keputusan berani, meski tidak populer.
Dirut PDAM yang baru nanti harus hadir sebagai simbol perubahan. Ia harus berani merombak manajemen yang tidak sehat, menutup celah KKN, membangun sistem rekrutmen berbasis kompetensi, serta memulihkan kepercayaan publik. Lebih dari itu, ia harus menempatkan pelanggan sebagai pusat orientasi, bukan sekadar objek penarikan rekening bulanan.
Kini, bola ada di tangan Panitia Seleksi dan Bupati Muara Enim. Tiga nama sudah di depan mata: Subroto, Yulian Eriyanto, dan Toni Bangsawan. Masyarakat tidak menuntut keajaiban, hanya meminta satu hal sederhana: pilihlah yang terbaik, bukan yang terdekat. Karena di balik setiap kran yang mengalir atau kering, di situlah citra pemerintah daerah sedang dipertaruhkan.