WahanaNews-Malut | Kalangan serikat pekerja mendesak kenaikan upah minum provinsi (UMP) tahun 2022 sampai 20%. Namun, kemudian kalangan buruh merevisinya jadi 7%-10% dari upah saat ini. Bila ada kenaikan sampai 20% tentu bisa bikin pelaku usaha 'jantungan' di tengah pandemi yang belum berakhir.
"20% an awalnya, tapi kita ringkas jadi 7-10% karena kita nggak dapat stimulus seperti pengusaha," kata Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Mirah Sumirat kepada CNBC Indonesia, Rabu (10/11/21).
Baca Juga:
Pemkab Dairi Siap Dukung Gugus Tugas Polri Sukseskan Ketahanan Pangan
Adapun UMP Jakarta saat ini sebesar Rp 4.416.186,548, jika ada kenaikan 20% maka UMP Jakarta menjadi Rp 5,3 juta. Nilai tersebut dianggap baru cukup untuk memenuhi kebutuhan buruh. Pasalnya, stimulus kepada buruh saat ini terasa kian kurang.
Ia membandingkan stimulus dari pemerintah yang terasa berbeda antara untuk pengusaha maupun pekerja. Misalnya pengusaha insentif PPh orang dan badan, relaksasi kredit dan lainnya. Sementara itu bagi pekerja, bantuan sosial serta bantuan subsidi upah (BSU) relatif sedikit.
"Apalagi 2021 ini nggak naik gaji, banyak pekerja yang dirumahkan tanpa dibayar dengan alasan covid, WFH nggak dibayar gara-gara covid. Buruh kebutuhan biaya hidup nambah karena online, tapi sekolah SPP bayar terus. Selain itu pengeluaran banyak, pekerja bayar sendiri PCR dan segala macamnya," kata Mirah.
Baca Juga:
Polsek Bagan Sinembah Gelar Kegiatan Launching Gugus Tugas Polri dan Ketapang.
Berbagai kebutuhan itu menjadi alasan kalangan buruh meminta adanya kenaikan UMP 2022 setidaknya sebesar 7-10%. Angka itu bukan hasil yang asal, karena buruh sudah melakukan survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di 24 Provinsi, dengan menggunakan 60 komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
"Kami juga mengadakan survei di pasar tradisional dan modern, dan kita pertimbangkan kondisi riil masyarakat, pengeluaran seperti apa, kebutuhan dan biaya yang ditanggung pandemi. Dan memperhitungkan juga 2021 nggak naik upah, jadi itu sudah kompromi sedemikian rupa yang jadi pertimbangkan 7%-10%. Di sektor rill nggak ngangkat juga tapi kami mempertimbangkan dan memahami situasi Covid," ujarnya. [afs]