"Dari sekarang sampai 2030, kami membutuhkan sekitar US$35 milliar untuk capex dalam rangka membangun 51,6 persen pembangkit listrik yang berasal dari EBT," jelas Darmawan.
Menurutnya, saat ini kapasitas pembangkit PLN mencapai 250 terawatt hours (TWh) dan hingga 2060 diproyeksikan akan mencapai 1.800 TWh yang sebagian besar berasal dari EBT. Meski operasional pembangkit EBT akan makin murah, tetap membutuhkan capex sebesar US$350-400 miliar hingga 2060.
Baca Juga:
Bea Cukai Tindak 31.275 Perdagangan Ilegal di 2024, Menkeu: Potensi Kerugian Negara Rp3,9 Triliun
PLN menggandeng PII untuk memastikan pendanaan tepat sasaran dan mampu mempercepat akselerasi akses listrik yang andal dan bersih.
“Selain itu, pembiayaan ini dapat mendukung program PLN untuk berkontribusi dalam capaian-capaian Sustainable Development Goals [SDGs] perusahaan," imbuhnya.
Seiring pertumbuhan ekonomi yang sudah mulai bergeliat dengan beralihnya pandemi Covid-19 menjadi endemi, pertumbuhan listrik perlu dimitigasi dengan pasokan listrik yang andal dan bersih.
Baca Juga:
Wamenkeu Suahasil: Sektor Keuangan Jadi Game Changer Pembangunan Indonesia
PLN memiliki proyeksi penjualan tenaga listrik pada 2030 berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) terbaru sebesar 265.051 GWh dengan total 64,54 juta pelanggan hanya di Jawa, Madura dan Bali saja. Terdapat estimasi penambahan pelanggan sebanyak 13,47 juta pelanggan baru pada 2030.
Di sisi lain, Direktur Utama PII Muhammad Wahid Sutopo menyampaikan, perjanjian ini merupakan bentuk dukungan yang telah dijalankan oleh PLN melaksanakan proyek infrastruktur berbasis green energy.
"Lewat penjaminan pinjaman ini, PT PII bersama Kementerian Keuangan berkomitmen untuk mendorong percepatan pembangunan proyek-proyek infrastruktur yang dapat mengoptimalkan perluasan akses dan memperkuat keandalan layanan jaringan transmisi dan distribusi kelistrikan dalam rangka mendukung penguatan ekonomi masyarakat," ucap Wahid.