WahanaNews - Sumsel | PT KAI Divre III Palembang, Sumatra Selatan (Sumsel) menyebutkan, angkutan batu bara di wilayah Sumsel telah mendukung pasokan energi nasional, yaitu listrik untuk wilayah Jawa dan Sumatra melalui pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Jawa Timur.
Manajer Humas PT KAI Divre III Palembang, Aida Suryanti mengatakan, penugasan pemerintah kepada PT KAI untuk mendukung pasokan energi nasional tersebut dilaksanakan oleh jajaran PT KAI Divre III Palembang yang mengoperasikan kereta api batu bara.
Baca Juga:
Ratu Batu Bara Tan Paulin Diperiksa KPK di Kasus Rita Widyasari
"Meningkatnya permintaan listrik di Jawa dan Sumatra saat ini dan MOU antara PT KAI- PTBA dan PT PLN tahun lalu sebagai rangkaian dalam mendukung pasokan energi nasional, menyebabkan intensitas angkutan batu bara di wilayah Sumsel ikut meningkat," kata Aida di Palembang, dikutip Selasa (25/4/2023).
Penugasan tersebut, kata dia, menjadi perhatian jajaran manajemen PT KAI dengan menyiapkan sumber daya manusia (SDM) serta sarana dan prasarana pendukung agar perjalanan kereta api batu bara lancar dan terkendali.
Pengoperasian kereta api dan untuk mendukung keselamatan perjalanan kereta api berdasarkan UU No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian, diatur dalam pasal 124 bahwa pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.
Baca Juga:
KPK Ungkap Eks Bupati Kukar Dapat US$5 per Matrik Ton dari Perusahaan Batu Bara
Selain itu, ia menjelaskan, pemerintah telah mengatur tata cara melewati perlintasan sebidang. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 114 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang berbunyi pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, para pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain, mendahulukan kereta api, dan memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintasi rel.
Bagi masyarakat yang melanggar hal itu, dalam Undang Undang tersebut juga telah disebutkan sanksinya, yang terdapat pada pasal 296, yakni setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor pada perlintasan antara kereta api dan Jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp 750 ribu.
Selain itu, kewajiban pengguna jalan juga termuat dalam Pasal 124 UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian yang berbunyi, pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.
Untuk wilayah Kabupaten Muara Enim, Sumsel dengan kondisi intensitas kereta batu bara saat ini, PT KAI sedang dalam proses untuk membangun jalan layang (fly over) dan underpass di Perlintasan 99 emplasemen Stasiun Belimbing Pendopo, Perlintasan 104 petak jalan antara Tanjung Terang - Gunung Megang.
Lalu, di Perlintasan 106 petak jalan antara Gunung Megang - Penaggiran, Perlintasan 111 petak jalan antara Penanggiran - Ujanmas, Perlintasan 123 petak jalan antara Muara Gula - Muara Enim.
"Untuk saat ini yang sedang dalam pengerjaan Kementerian PUPR adalah fly over di Gelumbang dan Bantaian," ujar Aida.
Untuk titik-titik kemacetan lain, PT KAI sudah mengatur perjalanan kereta api sesuai kebutuhan operasional agar tidak mengganggu pasokan kebutuhan energi nasional. Plus, pemasangan CCTV agar dapat diketahui penyebab kemacetan di perlintasan sebidang bukan hanya karena intensitas perjalanan kereta api tapi banyak faktor lain juga.
"Menjalankan amanah penugasan ini, sebagai operator PT KAI Divre III Palembang terus berupaya melakukan evaluasi dan berkoordinasi dengan para pihak dan seluruh semua pihak pemangku kepentingan agar dapat terlaksana dengan baik," pungkas Aida.[mga]